MENGEJAWANTAHKAN SPIRIT JURNALISME INVESTIGASI DALAM PRAKTIK JURNALISTIK DI INDONESIA


 Esai sudah di unggah di Instagram dengan akun @justmitha pada Senin, 24 Desember 2018

sumber foto : securitysbt.com

Komunikasi merupakan kebutuhan dasar manusia sebagai makhluk sosial. Komunikasi cenderung menjadi  persyaratan mutlak bagi kemajuannya, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Semakin maju peradaban masyarakat, berkembanglah lalu lintas komunikasinya. Tatap muka sebagai medium komunikasi tingkat rendah, dirasakan tidak lagi memadai akibat perkembangan masyarakat. Maka, masyarakat  berusaha menemukan instrumen lain untuk media komunikasinya dan di antara media komunikasi itu adalah pers.

Menurut Rachmadi [1] dalam jurnal yang dituliskan oleh Ahmad Zaki, bahwa pers lahir dari kebutuhan rohaniah manusia, produk dari kehidupan manusia, produk kebudayaan manusia, dan hasil dari  perkembangan manusia. Keberadaan pers di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari hubungan  bangsa Indonesia dengan Eropa, khususnya Belanda. Menilik sejarah jurnalistik di Indonesia berdasarkan perkembangannya, kita akan melihat bahwa jurnalistik Indonesia terbagi ke dalam 5 masa, masa penjajahan Belanda dan Jepang, masa kemerdekaan atau revolusi, masa demokrasi liberal, masa demokrasi terpimpin, masa orde baru, dan masa reformasi.

Praktik Jurnalisme Investigasi di Indonesia

Sebagaimana berkembangnya jurnalisme di Indonesia, begitupun dengan praktik jurnalisme investigasinya. Pelaksanaan jurnalisme investigatif di Indonesia dipengaruhi antara lain oleh sistem politik “keterbukaan dan kemerdekaan pers”. Hal ini, menurut septiawan Santana dalam bukunya Jurnalisme Investigasi, dapat dilihat misalnya dari sebuah catatan “pengantar” yang ditulis wartawan Indonesia untuk penerbitan kumpulan laporan investigatif yang dikerjakan majalanya.

Pelaporan jurnalisme investigatif dari pers Indonesia akhirnya selalu dikaitkan dengan suara politik yang “berisik dan mengganggu” kekuasaan. Kegiatan pers Indonesia di takut-takuti tindakan pembredelan penguasa. Namun, dalam kondisi seperti ini, jurnalisme investigatif masih ada yang mengerjakan.

Harian Indonesia Raya  misalnya menjadi salah satu media di Indonesia yang dinilai cukup fenomenal dalam pelaporan investigasinya. Koran yang dipimpin oleh Mochtar Lubis ini, mengangkat berbagai skandal besar seperti korupsi yang cukup besar di Pertamina, manipulasi diberbagai kementrian di pemerintahan, perwakilan diplomatic Indonesia di luar negri sampai pada peristiwa pernikahan diam-diam Presiden Soekarno dengan Hartini. 

Visi jurnalismenya saat itu mengambil konsep advocacy journalism, sebuah aliran baru dari New Journalism yang berkembang di Amerika Serikat tahun 1960-an, dengan format pemberitaan crusanding dalam materi liputannya.

Pada dasarnya berita penyidikan (investigatif reporting) merupakan perangkat teknik pelaporan surat kabar yang gaya pembeberan informasi amat terbuka, dengan mencantumkan atribut lengkap nama-nama terkait dengan subjek berita. 

Atmakusumah dalam buku Jurnalisme Investigasi oleh Septiawan Santana mengatakan, liputan investigatif mendefinisikan unsur skandal sebagai wahana pemberitaan investigasi. Nilai skandal, dengan berbagai faktor pelanggaran dan kejahatan hukumnya membedakan nilai berita regular dengan berita investigatif.

“Laporan investigasi di Indonesia belum menjadi suatu tradisi yang melembaga di tubuh pers” menurut kutipan Wina Armada (1993) dalam buku Septiawan. Dalam praktiknya, jurnalisme investigasi masih dianggap sebagai laporan mendalam dan sekadar teknik pencarian berita.  Dan Setiawan menambahkan, hambatan representasi jurnalisme investigasi itu sendiri dikarenakan peliputan investigatif yang memakan biaya tinggi dan menghabiskan proses yang amat panjang. Hasilnya bahkan tidak pasti ditemukan dengan tanggungan resiko, modal kuat dan keuletan serta kesabaran.

Spirit Jurnalisme Investigasi

Atas studi yang saya jabarkan sebelumnya, arah jurnalisme investigasi menjadi aliran yang masif di Indonesia dirasa masih belum bisa direpresentasikan. Dengan batasan dan penilaian yang kaku akan praktik jurnalisme investigasi, dan sikap nilai serta kerangka refrensi pokok masyarakat Indonesia belum cukup untuk menciptakan praktik investigasi yang sesuai.

Maka, sebagai landasan berfikir saya, yang saya dapati setelah mewawancarai seorang wartawan dan pengamat media adalah, adanya spirit untuk menjalankan praktik jurnalisme investigasi menjadi salah satu solusi yang baik dalam mempertahankan nilai sebuah berita. Praktik jurnalisme investigasi saya rasa mampu dijalankan semua pekerja pers di Indonesia dengan dasar tanggung jawab yang tinggi akan informasi, kejujuran dalam mengungkap subjek berita dan kronologi peristiwa, mengedepankan kepentingan public dan menjaga etika pemberitaan serta mendalam dalam mengupas suatu kasus menjadi ukuran dasar dalam membangun sebuah lembaga pers.

Setiap pekerja pers haruslah memiliki integritas sedemikian rupa dengan menitik beratkan kemampuannya mencapai ukuran dasar tersebut. Spirit jurnalisme investigasi bisa membantu membangkitkan semangat public untuk sadar dan peka terhadap lingkungan sekitar serta membangun kepercayaan serta citra yang baik bagi para pekerja pers. Apalagi, menanggapi kondisi perusahaan media di Indonesia saat ini yang integritasnya menurun karena dianggap publik telah terlibat oleh kepentingan penguasa. 

Memperbaiki sistem komunikasi dan pola pemikiran pekerja pers kita dari hulu ke hilir merupakan tanggung jawab bersama menjaga fungsi utama dilahirkannya pers dalam kehidupan manusia, yakni sebagai salah satu wadah berkomunikasi. Komunikasi yang kurang baik harus diperbaiki bukan hanya dari komunikan, tetapi juga melibatkan komunikator, medium, pesan serta respon keduanya. Demi terciptanya bangsa yang maju, maka kita harus bersama sama menciptakan komunikasi yang efektif bagi seluruh masyarakatnya.











DAFTAR PUSTAKA
E-Jurnal oleh Ahmad Zaki, “ Indonesia HIngga Terbentuknya Pers Nasional”, dalam Academia.edu
diakses pada minggu 23 desember 2018
Artikel oleh Ahazrina “Sejarah Jurnalistik di Indonesia dan Perkembangannya”, dalam www.pakarkomunikasi.com
Santana K, Setiawan. 2004. Jurnalisme Investigasi.Jakarta : Yayasan Obor Indonesia


[1] E-Jurnal dalam Academia.edu, Ahmad Zaki, “Indonesia HIngga Terbentuknya Pers Nasional”.

You Might Also Like

0 komentar