Resensi Buku HOS Tjokroaminoto


GARIS PEMIKIRAN TOKOH BANGSA

Siti Masyithoh

 

Identitas Buku

Judul buku      : Tjokroaminoto- Guru Para Pendiri Bangsa

Penulis             : Tim Edisi khusus Tjokroaminoto (TEMPO)

Penerbit           : TEMPO

Cetakan           : kedua November 2015

Ukuran Buku  : 16 x 23 cm

Jumlah hal       : xiv + 146 halaman

Kategori          : Buku Biografi/ Non-Fiksi

ISBN- 13        : 978-979-91-0970-5


Tentang Buku

Edisi empat tokoh pahlawan besar yang diterbitkan oleh TEMPO ini merupakan buku biografi yang dibuat berdasarkan pendekatan jurnalistik yang mengulas tentang kisah panjang kehidupan politik, cinta dan ekonomi H.O.S Tjokroaminoto bersama 4 lelaki yang tinggal dibelakang rumahnya. Saya menemukan beberapa versi lain dari buku ini dalam mengisahkan biografi tokoh bangsa, yakni Soekarno, Hatta, Sjahrir, Tan Malaka, dan lainnya dengan penyajian yang berbeda.

Buku ini menjelaskan dan menggambarkan biografi H.O.S Tjokroaminoto beserta pemikirannya terhadap Bangsa Indonesia. Berawal dari perjalanan pendidikan Tjokro di sekolahan milik Belanda dan kedudukannya sebagai Patih di kesultanan, menjadikannya anak bangsawan dan mempertemukannya dengan istri pertamanya Soeharsikin. Dari pernikahannya dengan Soeharsikin, Tjokro dikaruniai 5 orang anak—Oetari, Oetarjo Anwar, Harsono, Islamiyah dan Sujud Ahmad. Kehidupan Tjokro dimulai ketika ia memberontak untuk meninggalkan kesultanan, melepas gelar kebangsawanannnya dan berkiprah pada pemikiran ideologisnya dengan segala perjuangannya. Pada awalnya, mertuanya sangat menolak hingga memisahkan Tjokro dengan istrinya. Namun, tak lama setelah Tjokro pergi meninggalkan Soeharsikin, Soeharsikin dikabarkan hamil dan membuat Tjokro kembali dan meluluhkan hati mertuanya.

Sejarah perpolitikan Tjokro terus berjalan. Tjokro memulainya dengan ikut serta sebagai anggota organisasi Sarekat Dagang Islam yang didirikan oleh H. Samanhoedi sebagai alat untuk melindungi para pembatik local agar mampu bersaing dan mendapat keamanan dari pembatik cina. Suatu ketika, Tjokro diperintahkan H. Samanhoedi untuk merancang Anggaran Dasar organisasi agar oraginsasi tersebut dapat diterima sebagai organisasi Nasional oleh pemerintah Belanda. Namun ia gagal. Tjokro tetap gigih hingga membuat namanya menjadi bagian penting setelah anggaran dasarnya diterima oleh Pemerintah Belanda. Lalu secara mandiri, Tjokro membangun organisasi ronda, Rekso Roemekso yang lahir juga atas dasar untuk melindungi para pembatik local dari keterpurukan. Karena pada akhirnya organisasi ini searah dengan ideologis islam-sosialis pada organisasi sebelumnya, Tjokro perlahan merubah haluan organisasi Sarekat Dagang Islam menjadi organisasi politik. Pada awalnya sempat mendapat penolakan, namun karena keseriusannya , Tjokro merubah ketenaran namanya melebihi Haji Samanhoedi sendiri sebagai pendiri Sarekat Dagang Islam.

Gang peneleh, tempat tinggal Tjokro menjadi sumber dialog-ideologi calon-calon pemimpin Bangsa ini. Para penghuni belakang rumah Tjokro kerap kali belajar dan berdiskusi dengan Tjokro. Tjokro selalu membiasakan berdiskusi dan membaca bagi para muridnya. Halu lalang orang-orang penting datang kekediaman Tjokro. Terkadang satu dua orang, bahkan bisa melebihi tiga orang. Selalu berganti. Merebahkan dasar ideologisnya dengan islamis-sosialis membuat H.O.S Tjokroaminoto sangat dikenal menjadi anti-militan. Bahkan untuk mendukung tujuan ideologis dalam organisasi tersebut, Tjokro pula meminta bantuan kepada keturunan Arab. Namun ada saja halang rintangnya. Semaoen sebagai salah satu anggota yang tidak suka dengan Tjokro selalu berusaha membuat aksi radikal yang tidak disenangi pemerintah Belanda. Hingga pada akhirnya mereka semua dipenjarakan, termasuk Tjokroaminoto.

Empat pendiri bangsa, Soekarno, Kartosoewirjo, Musso, dan Tan Malaka menjadi bukti nyata keterlibatan pemikiran Tjokro yang sangat mendalam. Soekarno berkembang menjadi orator sekaligus pemikir yang cerdas, yang mampu memperjuangkan kemerdekaan untuk Indonesia. Namun haluan ideologisnya berubah menjadi pan-islamisme. Lain hal dengan Kartosoewirjo. Ia merubah haluan pemikirannya atas rasa kekecewaannya terhadap perjanjian renville. Ia berusaha membangun Negara Islam Indonesia. Haluan ini bertentangan betul dengan Soekarno. Perbuatannya yang mengkhianati Negara berujung menjadi akhir hidupnya yang tragis. Ia harus dihukum mati karena dianggap membahayakan persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia.

 Lain hal pula dengan Tan Malaka. Tjokro dan Tan Malaka bertemu dalam sebuah pertemuan. Tan Malaka yang merasa kagum dengan pemikiran dan gaya berbicara Tjokro mulai mempelajari jejak kehidupan Tjokro. Namun seiring berjalannya waktu, Tan Malaka merasa ideologi Tjokro tidak sejalan keseluruhan dengan pemikiran Tan Malaka. Hal ini yang membuat Tan Malaka merubah haluan politiknya. Lain lagi dengan Musso. Musoo adalah anak muda Sarekat Dagang Islam, yang lambat laun merubah namanya menjadi Sarekat Islam. Awalnya memang Musso pro-dengan Tjokroaminoto -Agoes Salim-Abdoel Moeis. Namun karena proses pembelajaran dan pengasahan diri Musso berjauhan dengan Tjokro yang dikabarkan Musso tidak tinggal dibelakang rumah Tjokro lantaran rumanhnya yang terlalu sempit, menyebabkan pertemuan Musso dengan lawan politik Tjokro, Sarekat Islam Merah atau disingkat SI Merah. Disini lah Musso yang awalnya menjadi murid Tjokro, justru menjadi otak dari penyingkiran Tjokro di Sarekat Islam. Tjokro dituduh menggunakan anggaran organisasi untuk kepentingan pribadi, dan beberapa issu lainnya.

Pada akhirnya, buku ini menjelaskan inilah yang menjadi kenyataan ke-4 tokoh bangsa ini. Berasal atau bermuara pada satu guru, tidak membuat semua muridnya memiliki haluan ideologis politik yang sama. Namun tujuan ke-4 muridnya ini akan tetap sama dengan Tjokroaminoto, yakni sama-sama berjuang demi kepentingan Bangsa dan Tanah Air Indonesia.



Penilaian Buku

Kelebihan Buku

Secara fisik, buku ini disajikan dengan cover yang menampilkan gambaran siluet tokoh Tjokroaminoto, menggambarkan fisik yang modern tapi tetap mengandung sejarah yang jelas. Material kertas yang digunakan menggunakan jenis kertas bookpaper yang lebih ringan dan ramah dan nyaman untuk penglihatan pembaca karena warnanya yang agak cream-kuning, tidak putih seperti HVS. Jumlah halaman juga tidak terlalu banyak, jadi ringan untuk dibawa kemana-mana. Ukuran buku normal seperti buku tugas sekolah/binder.

Secara isinya, buku ini bagus karena menggunakan pendekatan Jurnalistik. Selain menghindari adanya keberpihakan penulis buku terhadap tokoh, dengan pendekatan ini, kita sebagai pembaca mampu melihat secara objektif sesuai dengan pendapat-pendapat tokoh yang terlibat , sejarawan, dan fakta sejarah dalam buku ini. Bab-bab yang disajikan juga terstruktur dari awal tokoh lahir sampai ia wafat. Buku ini juga menarik karena disisipkan dengan foto-foto tokoh dan lokasi cerita. Dilengkapi dengan bahasa yang mudah diserap, tidak bertele-tele dan terkadang terselip guyonan tokoh dan  keluarganya , atau yang bersangkutan menanggapi kisah Tjokro yang diulas kembali. Menjelaskan dengan detail kondisi tempat sejarah ini terjadi, seperti kediaman Tjokro saat ini, tempat berkumpulnya organisasi dan bahkan tentang kisah cinta Soeharsikin kepada Tjokro. Bacaan seperti ini tidak akan membuat bosan pembaca yang tidak suka sejarah karena ringkas, jelas ,padat dan terstruktur rapi.



Kekurangan Buku

Secara fisik, kekurangan buku ini adalah pada beberapa kertas dibuku yang saya baca ini, terdapat kecacatan pemotongan kertas buku, ada kertas yang lebih pada beberapa halaman. Namun tidak jadi masalah terhadap isi buku. Karena saya membaca buku yang sudah tersedia di Perpustakaan kampus, bagi anda yang ingin membeli buku ini, ketahuilah kecacatan ini tidak bisa kita ketahui kalau belum membuka cover plastik buku saat membeli.

Secara isinya, sebagai buku sejarah biografi, buku ini terkesan kurang valid sebagai bahan referensi tunggal, karena memang penyajiannya yang ringkas dan menggunakan pendekatan jurnalistik yang lebih to the point, membuat buku ini dirasa belum cukup. Dan koreksi karena menggunakan pendekatan jurnalistik, akan lebih baik jika seluruh dokumentasi dilengkapi dengan tanggal dan tahun dokumentasi, tidak hanya sebagian, agar pembaca dapat menganalisis dengan baik sesuai dengan waktu pendokumentasian. Pengutipan dari sejarawan kurang banyak sehingga terkesan kutipan bukunya berulang-ulang.





Saran/Rekomendasi

            Menurut saya, buku ini sangat cocok bagi pembaca bacaan biografi pemula untuk melatih rangsangan berfikir objektif-subjektif terhadap suatu sejarah tokoh dan pemikirannya. Walaupun bahasanya tidak baku, namun tidak disarankan untuk anak-anak – usia 15 tahun, lebih ditujukan kepada remaja-dewasa , terutama mahasiswa, karena menggunakan beberapa bahasa ilmiah, historis,dan teoritis. Varian buku yang diterbitkan Tempo ini akan memudahkan pembaca dalam membaca sejarah dan pemikiran tokoh secara garis besar. Jika berminat mendalami, maka bacalah buku biografi yang ditulis oleh penulis yang khusus menulis tentang biografi/pemikiran tokoh yang bersangkutan.

You Might Also Like

5 komentar